Awal berdirinya indonesia ! berbanding terbalik sekarang bangsa nusantara tidak lagi mampu membantu pembangunan Ibu kota baru indonesia
Awal berdirinya indonesia ! berbanding terbalik sekarang bangsa nusantara tidak lagi mampu membantu pembangunan Ibu kota baru indonesia
Pertama Indonesia merdeka banyak Raja ,Pejuang, Pengusaha Saudagar dan Rakyat Nusantara memberikan bantuan dana untuk berdirinya sebuah pemerintahan yang baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun sekarang berbanding terbalik Rakyat tidak lagi mampu membantu pembangunan Ibu kota baru indonesia dan mungkin hanya bisa mengandalkan sejumlah dana dari para investor asing dan tentunya akankah hal ini nantinya akan menimbulkan compeni company perusahan yang tidak jauh bedanya dengan sistem belanda semoga saja tidak.
Dari sekian banyak yang membantu perjuangan berdirinya indonesia yang bisa dibilang baru berumur jagung salah satunya ialah Nama Tuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin atau dikenal juga dengan Sultan Syarif Kasim II terkenal setelah menyumbangkan hartanya sebesar 13 juta gulden kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Jumlah tersebut setara dengan 120,1 juta dolar AS atau jika dikonversi ke rupiah, nilainya mencapai lebih dari Rp. 1,074 triliun.
Melansir dari laman dinsos.riau.go.id, setelah mendengar kabar kekalahan Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 15 Agustus 1945 yang kemudian disusul dengan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II, yang dikenal antikolonialisme, langsung mengibarkan bendera merah putih di depan Istana Siak.
Namun kemerdekaan yang diperoleh Indonesia saat itu belum tentu membawa kejayaan, karena masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menjadi bangsa yang mampu berdiri dan menopang hajat hidup orang banyak. Untuk itu, pada tahun 1946, Sultan Syarif Kasim II memutuskan untuk menemui Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Sesampainya di Jawa dan bertemu dengan Bung Karno, Sultan Syarif Kasim II menyatakan bahwa kesultanan Siak Sri Indrapura merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pernyataan ini disertai dengan penyerahan mahkota kesultanan dan sumbangan 13 juta gulden kepada Pemerintah Indonesia. “Sultan Syarif Kasim II menyerahkan modal kepada Indonesia melalui Soekarno sebesar 13 juta Gulden Belanda, mahkota intannya, serta pedang keris dan aset berharga lainnya.
Selain menyerahkan uang dan benda-benda simbolik, Sultan Syarif Kasim II juga menyerahkan seluruh wilayah kerajaan untuk bergabung dalam pemerintahan NKRI. Daerah tersebut meliputi Sumatera Timur, termasuk Kerajaan Melayu Deli, Serdang, Bedagai hingga Provinsi Riau dan Kepulauan Riau saat ini.
Pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Siak membangun monumen yang didedikasikan untuk Sultan Syarif Kasim II atas jasa-jasanya kepada Indonesia. Tugu tersebut diberi nama Monumen Penyerahan Kesultanan Siak kepada Republik Indonesia, dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Jusuf Kalla yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Loyalitas Sultan memang patut dikenang dan dijadikan contoh, Sultan Syarif Kasim II rela menjadi warga negara biasa dengan menyerahkan tahta demi mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan Sultan Syarif Kasim II tidak hanya di Riau, tapi juga di Aceh. Sultan Syarif Kasim II pernah menjadi anggota resimen berpangkat kolonel dan bergabung dengan resimen Rencong di Aceh.
Sultan pun dengan sadar mengibarkan bendera merah putih yang dijahit permaisuri, istrinya, di halaman Istana Siak. Sejarawan Riau, OK Nizami Jamil mengatakan, saat berperang di Aceh, Sultan Syarif Kasim II juga menyumbangkan hartanya untuk membeli pesawat Seulawah. Sultan juga menyumbangkan hartanya untuk membeli pesawat Seulawah yang terkenal dengan perjuangan rakyat Indonesia saat itu, kata OK Nizami Jamil, putra Sekretaris Pribadi Sultan Syarif Kasim II, Muhammad Jamil.