3 Tahun 2025 Segera Lupakan Provider Lintah Darat Tri.co.id



Dompet tebal di sini bukan berarti Anda yang pakai iPhone 15 Pro Max, atau yang ke kantor naik Isuzu MU-X, ya.

3 Tahun 2025 Segera Lupakan Provider Lintah Darat Tri.co.id

Provider tri.co.id bima+ tidak peduli dengan semua itu

Mereka melihat Anda kaya atau miskin dari ARPU (Average Revenue Per User)

ARPU merupakan matriks yang menunjukkan pendapatan rata-rata per pengguna. Matriks ini bisa memberi gambaran kepada provider tentang berapa rata-rata pengeluaran pelanggan.

Dari ARPU ini, provider mengelompokkan masing-masing pelanggannya, mana yang dompetnya tebal, loyal, miskin, dan biasa saja.

Semakin loyal kita pada provider tertentu, membeli paket dalam jumlah banyak, maka ARPU akan semakin tinggi.

Konsepnya mirip dengan kartu kredit, semakin banyak kebutuhan maka limitnya akan semakin tinggi. ARPU digunakan sebagai salah satu dasar penentuan tarif yang akan dibebankan kepada pelanggan yang bersangkutan.

Jadi, jangan heran jika selama ini Anda sudah loyal dan membeli banyak paket, tetapi tidak pernah mendapatkan harga yang murah.

Sebaliknya, Anda justru menemukan kenyataan pahit dengan harga paket internet yang lebih mahal.

Di mata penyedia, Anda adalah orang yang kaya dan loyal. Orang seperti Anda dianggap mampu membeli paket yang mahal.

Kalau kamu diberi paket internet seharga Rp110 ribu tapi kamu tetap membelinya dan tidak pernah mengganti nomor, kenapa pihak provider menurunkan harga di bawah Rp110 ribu? Tidak ada keuntungan bagi perusahaan provider. Yang diberi harga murah adalah orang-orang yang rekam jejaknya hanya bisa membeli paket murah.

Sesederhana itu jadi, kalau harga paket internet di ponsel kamu mahal, itu salah kamu sendiri. Salah kamu sendiri karena terlalu loyal dengan provider tri.co.id.

Internet telah membawa banyak kemajuan dalam kehidupan. Penguasaan teknologi, termasuk penyebaran jaringan internet, kini banyak dijadikan sebagai salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara.

Hal ini karena perkembangan teknologi berdampak positif pada berbagai bidang, mulai dari transportasi hingga memengaruhi cara manusia berkomunikasi.

Namun, Badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk teknologi informasi dan komunikasi atau ITU mengungkapkan, masih ada sekitar 2,9 miliar orang yang belum pernah tersentuh internet pada tahun 2021. Jumlah tersebut setara dengan 37 persen populasi dunia, dan diperkirakan 96 persen di antaranya tinggal di negara berkembang.

Alasan mereka tidak memiliki akses digital adalah karena mereka menghadapi beberapa tantangan serius, termasuk kemiskinan, buta huruf, akses terbatas terhadap listrik, dan kurangnya keterampilan dalam teknologi informasi atau kurangnya literasi digital.

Situs Cable.co.uk melakukan penelitian tentang harga rata-rata data seluler untuk satu gigabyte (Gb) dari sekitar 5.600 paket internet di 237 negara. Penelitian tersebut dilakukan dari bulan Juni hingga September 2023.

Saya baru saja melihat kisaran kuota paket tri.co.id di laman apk tri bima+ awal tahun 2025 dengan harga paket yang gila-gilaan. Sontak saja bisa satu ini membuat provider tri.co.id menjadi miskin dan kaya, tentu banyak yang akan mengeluhkan harga paket internet tri yang berbeda-beda untuk setiap pelanggannya.

Sebelumnya penulis pernah menuliskan keluhan yang saman baru-baru ini, namun providernya bukan tri, melainkan tetap saja tri. Di lain waktu, ada yang menggunakan nomor Indosat, kebetulan harga paketnya berbeda dengan paket mereka, padahal mereka sama-sama pengguna Indosat.

Sepertinya hampir semua provider punya masalah yang sama, yaitu harga paket internet yang berbeda-beda untuk setiap pelanggannya. Dan sebagai pelanggan, kita juga punya pertanyaan yang sama, kenapa bisa begitu? Apakah provider memang sengaja berat sebelah? Diskriminatif? Atau mungkin seperti paket Tri, harga paket internet dilihat dari isi dompet. Kalau dompet tebal, harganya mahal, tapi kalau dompet kosong, tetap saja bayar mahal seperti rentenir. Sinyal jelek saja sudah cukup membuat derita, kenapa harus terbebani dengan membayar paket internet yang mahal.

Sayangnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, isi dompet sama sekali diabaikan. Tolok ukur harga mahal atau murah sepenuhnya ditentukan oleh angka, kebiasaan pelanggan, dan seberapa kaya Anda. Sederhananya, penyedia memiliki basis data konsumen, semakin loyal kita pada satu penyedia, semakin mahal pula harga yang harus kita bayar. Memang terkesan tidak adil dan tidak pantas, tetapi begitulah dunia bekerja. Tidak semua hal harus memiliki isi dompet yang sama untuk bisa disebut adil.